April 26, 2025

Srutatechnologies > Pelombaan Dalam Dunia Digital

Era digital telah menjadi salah hal lumrah pada saat ini, perlombaan dalam segala hal terjadi disini

Digital Parenting: Tantangan Mendidik Anak di Era Media Sosial!!!

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, muncul tantangan baru dalam dunia pengasuhan anak: digital parenting. Istilah ini mengacu pada praktik membimbing, mendampingi, dan mengawasi anak dalam penggunaan teknologi digital, termasuk media sosial.

Bagi orang tua masa kini, mendidik anak tidak lagi hanya soal nilai moral, pendidikan formal, atau keterampilan hidup, tetapi juga tentang bagaimana anak berinteraksi dengan dunia maya yang luas dan sering kali tidak terfilter.

Media sosial seperti TikTok, Instagram, YouTube, dan Snapchat kini menjadi bagian dari kehidupan anak-anak dan remaja.

Bahkan, banyak anak yang sudah mengenal gawai sebelum mereka bisa membaca atau menulis. Di satu sisi, teknologi menawarkan kemudahan belajar dan hiburan, tapi di sisi lain, ia menyimpan potensi bahaya yang tidak bisa diabaikan.

Kecanduan dan Konsumsi Konten Berlebih

Salah satu tantangan terbesar dalam digital parenting adalah kecanduan gadget dan media sosial. Banyak anak yang menghabiskan waktu berjam-jam menatap layar tanpa kontrol. Akibatnya, mereka kehilangan waktu untuk belajar, berinteraksi sosial secara langsung, dan bahkan mengganggu waktu tidur.

Konten di media sosial yang bersifat cepat, menghibur, dan sering kali dangkal juga mempengaruhi kemampuan konsentrasi dan daya pikir kritis anak. Mereka terbiasa dengan informasi instan dan visual yang memanjakan mata, sehingga sulit fokus dalam kegiatan yang memerlukan ketekunan seperti membaca buku atau belajar.

Paparan Konten Negatif dan Tidak Sesuai Usia

Media sosial tidak selalu menyediakan konten yang ramah anak. Dalam banyak kasus, anak bisa dengan mudah menemukan video kekerasan, pornografi, ujaran kebencian, atau konten yang mendorong gaya hidup konsumtif dan hedonistik.

Bahkan ketika anak tidak secara sengaja mencarinya, algoritma media sosial bisa “menyodorkan” konten tersebut berdasarkan tren yang sedang populer.

Paparan semacam ini sangat berbahaya karena dapat mempengaruhi pembentukan karakter dan kepribadian anak. Mereka bisa meniru perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keluarga atau budaya, tanpa memahami dampaknya.

Ancaman Keamanan Digital

Selain konten, keamanan di dunia digital juga menjadi isu penting. Banyak anak belum memahami konsep privasi digital. Mereka sering kali membagikan informasi pribadi tanpa menyadari risikonya—mulai dari alamat rumah, nama sekolah, hingga foto-foto pribadi.

Hal ini membuka celah bagi kejahatan siber seperti grooming, perundungan daring (cyberbullying), penipuan, bahkan eksploitasi seksual anak. Para predator digital kini tidak harus hadir secara fisik; cukup dengan akun palsu dan sedikit manipulasi psikologis, mereka bisa membangun hubungan dengan anak-anak tanpa terdeteksi oleh orang tua.

Tekanan Sosial dan Gangguan Kesehatan Mental

Media sosial juga memunculkan tantangan baru berupa tekanan sosial yang tinggi. Anak-anak mulai mengukur harga diri mereka berdasarkan jumlah like, komentar, dan pengikut. Mereka merasa harus tampil sempurna, mengikuti tren, dan bersaing secara sosial di dunia maya.

Tekanan ini sering kali menyebabkan kecemasan, depresi, dan krisis identitas. Banyak anak merasa tidak cukup baik hanya karena postingan mereka tidak mendapatkan perhatian. Belum lagi jika mereka menjadi korban body shaming, perundungan, atau komentar negatif dari orang asing di internet.

Peran Orang Tua: Mendampingi, Bukan Melarang

Dalam menghadapi tantangan ini, peran orang tua menjadi sangat krusial. Sayangnya, banyak orang tua merasa tidak siap atau bahkan “gagap teknologi”, sehingga memilih pendekatan otoriter seperti melarang penggunaan media sosial sama sekali.

Padahal, larangan yang tidak disertai edukasi hanya akan mendorong anak untuk mencari cara bersembunyi dari pengawasan. Digital parenting bukan tentang menjauhkan anak dari teknologi, melainkan mengajarkan mereka cara menggunakan teknologi dengan bijak.

Orang tua harus menjadi role model dalam penggunaan gadget, mengatur waktu layar (screen time), dan membangun komunikasi terbuka agar anak merasa nyaman berbicara tentang apa yang mereka lihat dan alami di dunia digital.

Strategi Digital Parenting yang Efektif

  1. Edukasi Sejak Dini

    Ajarkan anak tentang etika digital, privasi, dan risiko media sosial sesuai usianya. Gunakan bahasa yang sederhana namun jelas.

  2. Bangun Kepercayaan dan Komunikasi

    Jangan menjadi “polisi digital” yang hanya mengawasi, tetapi jadilah teman yang mau mendengarkan. Jika anak merasa nyaman, mereka akan lebih terbuka saat menghadapi masalah.

  3. Gunakan Parental Control Secara Bijak

    Banyak aplikasi dan sistem operasi yang menyediakan fitur kontrol orang tua. Gunakan ini untuk memfilter konten dan mengatur waktu penggunaan, namun tetap imbangi dengan edukasi.

  4. Aktif di Dunia Anak

    Ketahui apa yang sedang mereka tonton, siapa yang mereka ikuti, dan tren apa yang sedang mereka ikuti. Dengan begitu, orang tua bisa berdiskusi dan memberi arahan secara relevan.

  5. Batasi dan Jadwalkan Waktu Layar

    Buat aturan waktu layar yang jelas, misalnya tidak ada gadget saat makan bersama atau sebelum tidur. Jadikan waktu tanpa layar sebagai kesempatan berinteraksi langsung.

  6. Fasilitasi Aktivitas di Dunia Nyata

    Dorong anak untuk tetap aktif di dunia nyata, seperti olahraga, bermain dengan teman, membaca, atau ikut kegiatan komunitas. Ini penting untuk menjaga keseimbangan hidup mereka.

Kesimpulan

Mengasuh anak di era media sosial bukanlah tugas yang mudah. Orang tua dituntut untuk tidak hanya menjadi pendidik, tetapi juga pembimbing digital yang peka terhadap perubahan zaman. Tantangan memang besar, namun dengan pendekatan yang bijak, komunikasi yang hangat, dan edukasi yang konsisten, orang tua bisa membentuk generasi yang tidak hanya cakap digital, tetapi juga tangguh secara mental, etis, dan sosial.

Baca Juga : 

Digital parenting bukan tentang membatasi akses anak ke teknologi, melainkan membekali mereka dengan bekal agar dapat bertahan dan bertumbuh secara sehat di tengah derasnya arus informasi. Dunia digital akan terus berkembang—dan kita harus tumbuh bersamanya, bersama anak-anak kita.

Share: Facebook Twitter Linkedin

Comments are closed.